A.
Pendahuluan
Dalam bidang apapun, perencanaan merupakan unsur penting
dan strategis yang memberikan arah dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai
tujuan sasaran yang dikehendaki.Dalam bidang pendidikan, perencanaan merupakan
salah satu faktor kunci efektivitas keterlaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan.Namun apabila dilihat dalam kenyataan
kesehariannya, unsur pendidikan masih lebih banyak dijadikan faktor pelengkap
atau penjabaran kebijakan pemimpin, sehingga sering terjadi tujuan yang
ditetapkan tidak tercapai secara optimal. Salah satu penyebabnya adalah para
perencana pendidikan masih kurang memahami proses dan mekanisme perencanaan
dalam konteks yang lebih komprehensif. Selain itu, posisi bidang perencanaan
belum menjadi faktor kunci keberadaan suatu lembaga pendidikan, sehingga
sumbangan pendidikan terhadap pencapaian suatu visi, misi dan tujuan lembaga
pendidikan belum dirasakan secara optimal.[1]
Perencanaan
adalah sebuah awal dimana kita akan melakukan sebuah kegiatan.Dalam fungsi
manajemen, perencanaan (planning)
merupakan fungsi yang paling mendasar dan utama. Namun, ketika pada tahap
perencanaan saja adalah permasalahan, bagaimana dengan implementasinya.Dari
pernyataan tersebut, bisa dilihat pentingnya sebuah perencanaan dalam
pendidikan.Jika dalam merencanakan saja mengalami permasalahan, bagaimana
dengan pelaksaan dari perencanaannya.
Sebagaimana dalam Al Qur’an Surat
Al-Hasyr ayat 18, yaitu:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Merujuk ayat di atas, kita sebagai
seorang muslim kita wajib memperhatikan setiap kegiatan yang kita lakukan untuk
mencapai tujuan akhir yang lebih baik. Memperhatikan setiap kegiatan tersebut
menerangkan bahwa kita harus bersiap dan berbenah dalam melakukan kegiatan
sehari-hari, sehingga kita dapat menarik kesimpulan bahwa dalam menyongsong
masa datang yang lebih baik kita tidak akan terlepas dari suatu perencanaan
yang baik pula.Sedangkan suatu perencanaan dalam hadits nabi
diistilahkan dengan menyiapkan bekal. Sebagaimana pesan Nabi kepada shahabat
Abi Dzar:“Perkokohlah bahtera karena
lautan itu dalam, perbanyaklah bekal
karena perjalanan itu panjang…”.
Sebuah
rencana akan sangat mempengaruhi sukses dan tidaknya suatu pekerjaan. Karena
itu pekerjaan yang baik adalah yang direncanakan dan sebaiknya kita melakukan pekerjaan
sesuai dengan yang telah direncanakan. Dengan melakukan yang demikian
pekerjaan kita menjadi terukur, terkendali dan dapat dievaluasi.
B.
Pembahasan
Kaufman (1972) sebagaimana dikutip Harjanto, perencanaan
adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan
absah dan bernilai. Bintoro Tjokroaminoto mendefinisikan perencanaan
sebagai proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Pramuji Atmosudirdjo mendefinisikan
perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan
dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan,
bilamana, dimana, dan bagaiman melakukannya. SP. Siagiaan mengartikan
perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang
menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Y. Dior berpendapat perencanaan adalah
suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang
akan datang, dalam rangka mencapai sasaran tertentu.[2]
Berbagai pendapat diatas menyiratkan bahwa perencanaan
merupakan proses yang berisi kegiatan-kegiatan berupa pemikiran, perhitungan,
pemilihan dan penentuan. Yang semuanya itu dilakukan dalam rangka tercapainya
tujuan tertentu. Pada hakekatnya perencanaan merupakan proses pengambilan
keputusan atas sejumlah alternatif (pilihan) mengenai sasaran dan cara-cara
yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang guna mencapai tujuan yang dikehendaki
serta pemantauan dan penilaiannya atas hasil pelaksanaannya, yang dilakukan
secara sistematis dan dan berkesinambungan.
1.
Konsep Perencanaan
Pendidikan
Ada tujuh konsep
penting yang perlu dipahami, dalam mengawali kajian atau pembahasan tentang
konsep perencanan pendidikan, antara lain: (a) pengertian perencanaan
pendidikan; (b) tujuan perencanaan pendidikan; (c) manfaat perencanaan
pendidikan; (d) ruang lingkup perencanaan pendidikan; (e) karakteristik
perencanaan pendidikan; (f) prinsip-prinsip perencanaan pendidikan; dan (g)
proses atau tahapan penyusunan perencanaan pendidikan. Berikut ini akan
dijelaskan secara singkat ketujuh konsep tersebut di atas.
a.
Pengertian
Perencanaan Pendidikan
Beberapa definisi perencanaan pendidikan menurut para ahli,
antara lain sebagai berikut:
1.
Menurut
Guruge (1972) bahwa perencanaan pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan
di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan.
2.
Albert
Waterston (1975) mengemukakan perencanaan pendidikan adalah investasi pendidikan
yang dapat dijalankan dan kegiatan-kegiatn pembangunan lain yang didasarkan
atas pertimbangan ekonomis biaya sert keuntungan social.
3.
Menurut
Coombs (1982) bahwa perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional
dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar
pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan para peserta didik dan masyarakatnya.
Dari
beberapa ahli di atas, dapatlah dipahami beberapa unsur penting yang terkandung
dalam perencanaan pendidikan itu:
1.
Penggunaan
analisis yang bersifat rasional dan sistematik dalam perencanaan pendidikan,
hal ini menyangkut metodologi dalam perencanaan.
2.
Proses
pembangunan dan pengembangan pendidikan, artinya bahwa perencanaan itu dilakukan
dalam rangka reformasi perkembangan pendidikan.
3.
Prinsip
efektivitas dan efisiensi, artinya dalam perencanaan pendidikan itu pemikiran
secara ekonomis sangat menonjol.
Kebutuhan
dan tujuan peserta didik dan masyarakat, artinya pendidikan itu mencakup aspek
internal dan eksternal dari keorganisasian sistem pendidikan itu sendiri.[3]
b.
Tujuan
Perencanaan Pendidikan
Ada beberapa tujuan
perlunya penyusunan suatu perencanaan pendidikan, antara lain: (1) untuk
standar pengawasan pola perilaku pelaksana pendidikan, yaitu untuk mencocokkan
antara pelaksanaan atau tindakan pemimpin dan anggota organisasi pendidikan
dengan program atau perencanaan yang telah disusun; (2) untuk mengetahui kapan
pelaksanaan perencanaan pendidikan itu diberlakukan dan bagaimana proses
penyelesaian suatu kegiatan layanan pendidikan; (3) untuk mengetahui siapa saja
yang terlibat (struktur organisasinya) dalam pelaksanaan program atau
perencanaan pendidikan, baik aspek kualitas maupun kuantitasnya, dan baik
menyangkut aspek akademik-nonakademik; (4) untuk mewujudkan proses kegiatan
dalam pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan sistematis termasuk biaya
dan kualitas pekerjaan; (5) untuk meminimalkan terjadinya beragam kegiatan yang
tidak produktif dan tidak efisien, baik dari segi biaya, tenaga dan waktu
selama proses layanan pendidikan; (6) untuk memberikan gambaran secara
menyeluruh (integral) dan khusus (spefisik) tentang jenis
kegiatan atau pekerjaan bidang pendidikan yang harus dilakukan; (7) untuk
menyerasikan atau memadukan beberapa sub pekerjaan dalam suatu organisasi
pendidikan sebagai ‘suatu sistem’; (8) untuk mengetahui beragam peluang,
hambatan, tantangan dan kesulitan yang dihadapi organisasi pendidikan; dan (9)
untuk mengarahkan proses pencapaikan tujuan pendidikan.
c.
Manfaat
Perencanaan Pendidikan
Menurut para ahli, ada
beberapa manfaat dari suatu perencanaan pendidikan yang disusun dengan baik
bagi kehidupan kelembagaan, antara lain: (1) dapat digunakan sebagai standar
pelaksanaan dan pengawasan proses aktivitas atau pekerjaan pemimpin dan anggota
dalam suatu lembaga pendidikan; (2) dapat dijadikan sebagai media pemilihan
berbagai alternatif langkah pekerjaan atau strategi penyelesaian yang terbaik
bagi upaya pencapaian tujuan pendidikan; (3) dapat bermanfaat dalam penyusunan
skala prioritas kelembagaan baik yang menyangkut sasaran yang akan dicapai
maupun proses kegiatan layanan pendidikan; (4) dapat mengefisiensikan dan
mengefektifkan pemanfaatan beragam sumber daya organisasi atau lembaga
pendidikan; (5) dapat membantu pimpinan dan para anggota (warga sekolah) dalam
menyesuaikan diri terhadap perkembangan atau dinamika perubahan sosial-budaya;
(6) dapat dijadikan sebagai media atau alat untuk memudahkan dalam
berkoordinasi dengan berbagai pihak atau lembaga pendidikan yang terkait, dalam
rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan; (7) dapat dijadikan sebagai
media untuk meminimalkan pekerjaan yang tidak efisien atau tidak pasti; dan (8)
dapat dijadikan sebagai alat dalam mengevaluasi pencapaian tujuan proses
layanan pendidikan
d.
Ruang
LingkupPerencanaan Pendidikan
Ruang lingkup perencanaan pendidikan mempunyai
jangkauan yang cukup luas, dan dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara
lain:
1) Ditinjau dari aspek spasialnya, yaitu
perencanaan pendidikan yang memiliki karakter yang terkait dengan ruang, tempat
atau batasan wilayah. Perencanaan ini dapat terbagi menjadi: (1) perencanaan
pendidikan nasional, yaitu mencakup seluruh proses usaha layanan pendidikan
yang dilakukan oleh pemerintah pusat, yang bertujuan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional, yang meliputi seluruh jenjang pendidikan dari tingkat
dasar sampai perguruan tinggi, yang diatur dalam sistem pendidikan nasional
(sispenas) melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional; (2) perencanaan
pendidikan regional, yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat dan diberlakukan
dalam wilayah regional tertentu, misalnya perencanaan pengembangan layanan
pendidikan tingkat Propinsi dan Kabupaten/ Kota, yang menyangut seluruh jenis
layanan pendidikan di semua jenjang untuk daerah atau propinsi tertentu; (3)
perencanaan pendidikan kelembagaan, yaitu perencanaan pendidikan yang mencakup
satu institusi atau lembaga pendidikan tertentu, misalnya perencanaan
pengembangan layanan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) ‘Mandiri’ kota
‘Maju’ tahun 2010, perencanaan Universitas ‘Citra Bangsa’, dan sejenisnya.
2) Dintinjau dari aspek sifat dan karakteristik
modelnya, dapat dibagi menjadi: (1) perencanaan pendidikan terpadu (integrated educational
planning), yaitu perencanaan pendidikan yang mencakup seluruh aspek yang
terkait dengan proses pembangunan pendidikan yang esensial (mendasar), dalam
koridor perencanaan pembangunan nasional, dalam hal ini perencanaan pendidikan
ada keterpaduan atau keterkaitan secara sistemik dengan perencanaan pembangunan
bidang ekonomi, politik, hukum dan sebagainya; (2) perencanaan pendidikan
komprehensif (comprehension educational planning), yaitu perencanaan
pendidikan yang disusun secara sistematik, rasional, objektif yang menyangkut
keseluruhan konsep penting dalam layanan pendidikan, sehingga perencanaan itu
memberikan suatu pemahaman yang lengkap atau sempurna tentang ‘apa’ dan
‘bagaimana’ memberikan layanan pendidikan yang berkualitas; (3) perencanaan pendidikan
strategik (strategic educational planning), yaitu perencanaan pendidikan
yang mengandung pokok-pokok perencanaan untuk menjawab persoalan atau opini,
atau isu mutakhir yang dihadapi oleh dunia pendidikan, misalnya, persoalan yang
dihadapi dunia pendidikan sekarang adalah masalah ‘tranformasi teknologi’, atau
masalah ‘rendahnya kualitas guru’, atau masalah ‘keterkaitan antara dunia usaha
dengan output lulusan’, dan sebagainya. Jadi, perencanaan ini
menyangkut beragam strategi untuk menghadapi persoalan yang muncul.
3) Ditinjau dari aspek waktunya. Perencanaan pendidikan
terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: (1) perencanaan pendidikan jangka
panjang (long term educational planning), yaitu perencanaan
pendidikan yang disusun dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ke atas, isi
perencanaan jangka panjang ini belum ditampilkan sasaran yang bersifat
kuantitatif, melainkan dalam bentuk proyeksi atau perspektif atas keadaan ideal
yang diinginkan dalam pembangunan pendidikan. Contoh, program pendidikan
nasional dalam sistem pendidikan nasional; (2) perencanaan pendidikan jangka
menengah (medium term educational planning), yaitu
perencanaan pendidikan yang disusun dalam jangka waktu antara tiga sampai
delapan tahun (perencanaan untuk empat atau lima tahun atau satu periode
kepemimpinan). Perencanaan jangka menengah merupakan penjabaran lebih kongkrit
dari perencanaan jangka panjang, yang sudah merumuskan sasaran atau tujuan yang
secara kuantitatif akan dicapai; dan (3) perencanaan pendidikan jangka pendek (short
term educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dalam
jangka waktu maksimal satu tahun. Perencanaan ini sering disebut perencanaan
operasional tahunan (annual operational planning), yang memuat
langkah-langkah strategis dan operasional sehari-hari, yang merupakan
penjabaran lebih rinci dan aplikatif dari perencanaan jangka memengah.
4)
Ditinjau dari aspek
tingkatan teknis perencanaan. Perencanaan ini dibedakan menjadi: (1)
perencanaan pendidikan makro, yaitu perencanaan pendidikan yang bersifat
nasional atau sering disebut dengan perencanaan pendidikan nasional, yang
berlaku di seluruh negara kesatuan RI dari jenjang pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi. Perencanaan pendidikan makro ini disebut juga dengan ‘sistem
pendidikan nasional’ (Sispenas); (2) perencanaan pendidikan mikro, yaitu
perencanaan pendidikan yang disusun dan disesuaikan dengan kondisi otonomi
daerah masing-masing. Dalam perencanaan pendidikan mikro, secara teknis perlu
memperhatikan: (a) ketentuan/ standar; (b) kondisi geografis dan demografis;
dan (c) infrastruktur yang ada di daerah, sedangkan secara non teknis perlu
memperhatikan: (a) aspirasi dan peran serta masyarakat terhadap pendidikan; (b)
kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik dan kamanan daerah; (3) perencanaan
pendidikan sektoral, yaitu kumpulan program atau kegiatan pendidikan yang
menekankan pada sektor tertentu, namun tetap ada keterkaitan dengan sektor
lainnya; (4) perencanaan pendidikan kawasan, yaitu perencanaan pendidikan yang
memperhatikan kawasan lingkungan tertentu sebagai pusat kegiatan pendidikan,
misalnya perencanaan pendidikan kawasan pesisir, kawasan pinggiran kota; (5)
perencanaan pendidikan proyek, yaitu perencanaan operasional yang menyangkut
implementasi kebijakan untuk mencapai tujuan, misalnya perencanaan proyek unik
sekolah baru SMK.
5)
Ditinjau dari aspek jenis
perencanaan. Perencanaan pendidikan ini dibedakan menjadi: (1)
perencanaan pendidikan dari atas ke bawah (top down educational
planning), perencanaan ini sering disebut juga perencanaan pendidikan makro
atau perencanaan pendidikan nasional; (2) perencanaan pendidikan dari bawah ke
atas (bottom up educational planning), yaitu perencanaan
pendidikan yang dibuat oleh tenaga perencana dari tingkat bawah kemudian
disampaikan ke pusat, misalnya perencanaan yang dibuat oleh guru, kepala
sekolah, Dinas Pendidikan kemudian disampaikan ke Kementrian Pendidikan
Nasional; (3) perencanaan pendidikan menyerong dan menyamping (diagonal educational
planning), perencanaan ini sering disebut perencanaan sektoral, yaitu
perencanaan yang melibatkan kerjasama antar departemen atau lembaga, misalnya,
lembaga Kementrian Pendidikan Nasional dengan Bappeda Propinsi; (4) perencanaan
pendidikan mendatar (horizontal educational planning), yaitu
perencanaan pendidikan yang dibuat dengan menjalin kerjasama antar lembaga atau
departemen yang sederajat, misalnya perencanaan pendidikan antara kementrian
pendidikan dan kementrian agama dan kementrian sosial; (5) perencanaan
pendidikan menggelinding (rolling educational planning), yaitu
perencanaan pendidikan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam bentuk
perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang; (6) perencanaan pendidikan
gabungan atas ke bawah dan bawah ke atas (top down and bottom up
educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang
mengintegrasikan atau mengakomodasi kepentingan pusat dan daerah (lokal).
e.
KarakteristikPerencanaan
Pendidikan
Berdasarkan beberapa
pengertian, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup perencanaan pendidikan tersebut
di atas, maka ciri-ciri (karakteristik) suatu perencanaan pendidikan antara
lain, perencanaan pendidikan harus: (1) berorientasi pada visi, misi
kelembagaan yang akan diwujudkan; (2) mempunyai tahapan program jangka waktu
tertentu (jangka pendek, menengah dan panjang) yang akan dicapai secara
berkesinambungan; (3) mengutamakan nilai-nilai manusiawi, kerena pendidikan itu
membangun manusia yang berkualitas, yang bermanfaat bagi dirinya dan
masyarakatnya; (4) memberikan kesempatan untuk mengembangkan segala potensi
peserta didik secara maksimal; (5) komprehensif dan sistematis dalam arti tidak
praktikal atau segmentasi tetapi menyeluruh, terpadu (integral) dan
disusun secara logis, rasional serta mencakup berbagai jalur, jenis dan jenjang
pendidikan; (6) diorientasikan untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas, yang sanggup mengisi berbagai sektor pembangunan; (7)
dikembangkan dengan memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai komponen
pendidikan secara sistematis; (8) menggunakan sumber daya (resources) internal
dan eksternal secermat mungkin; (9) berorientasi kepada masa datang, karena
pendidikan adalah proses jangka panjang dan jauh untuk menghadapi berbagai
persoalan di masa depan; (10) responsif terhadap kebutuhan yang berkembang di
masyarakat dan bersifat dinamik; dan (11) merupakan sarana untuk mengembangkan
inovasi pendidikan, sehingga proses pembaharuan pendidikan terus
berlangsung dengan baik.
f.
Prinsip-prinsipPerencanaan
Pendidikan
Ada beberapa prinsip
yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
1)
Prinsip interdisipliner,
yaitu menyangkut berbagai bidang keilmuan atau beragam kehidupan. Hal ini
penting karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik harus menyangkut
berbagai jenis pengetahuan, beragam ketrampilan dan nilai-norma kehidupan yang
berlaku di masyarakat.
2)
Prinsip fleksibel, yaitu bersifat
lentur, dinamik dan responsif terhadap perkembangan atau perubahan kehidupan di
masyarakat. Hal ini penting, karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta
didik adalah menyiapkan siswa untuk mampu menghadapi perkembangan Ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan beragam tantangan kehidupan terkini.
3) Prinsip efektifitas-efisiensi, artinya dalam
penyusunan perencanaan pendidikan didasarkan pada perhitungan sumber daya yang
ada secara cermat dan matang, sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan
‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan pendidikan.
4) Prinsip progress of change, yaitu terus
mendorong dan memberi peluang kepada semua warga sekolah untuk berkarya dan
bergerak maju ke depan dengan beragam pembaharuan layanan pendidikan yang lebih
berkualitas, sesuai dengan peranan masing-masing.
5) Prinsip objektif, rasional dan sistematis, artinya perencanaan
pendidikan harus disusun berdasarkan data yang ada, berdasarkan analisa
kebutuhan dan kemanfaatan layanan pendidikan secara rasional (memungkinkan
untuk diwujudkan secara nyata), dan mempunyai sistematika dan tahapan
pencapaian program secara jelas dan berkesinambungan.
6)
Prinsip kooperatif-komprehensif,
artinya perencanaan yang disusun mampu memotivasi dan membangun
mentalitas semua warga sekolah dalam bekerja sebagai suatu tim (team work)
yang baik. Disamping itu perencanaan yang disusun harus mencakup seluruh
aspek esensial (mendasar) tentang layanan pendidikan akademik dan non akademik
setiap peserta didik.
7)
Prinsip human
resources development, artinya perencanaan pendidikan harus disusun sebaik
mungkin dan mampu menjadi acuan dalam pengembangan sumber daya manusia secara
maksimal dalam mensukseskan program pembangunan pendidikan. Layanan pendidikan
pada peserta didik harus betul-betul mampu membangun individu yang unggul baik
dari aspekintelektual (penguasaan science and technology),
aspek emosional(kepribadian atau akhlak), dan aspek spiritual (keimanan
dan ketakwaan) , atau disebut IESQ yang unggul.
g.
Proses
Perencanaan Pendidikan
Menurut Banghart and
Trull dalam Sa’ud (2007) ada beberapa tahapan yang semestinya dilalui dalam
penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
1) Tahap need assessment, yaitu melakukan
kajian terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang diperlukan dalam proses
pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Kajian
awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan memberikan masukan tentang:
(a) pencapaian program sebelumnya; (b) sumber daya apa yang tersedia, dan (c)
apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan ke depan yang akan dihadapi.
2) Tahap formulation of goals and objective, yaitu
perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang hendak dicapai. Perumusan tujuan
perencanaan pendidikan harus berdasarkan pada visi, misi dan hasil kajian awal
tentang beragam kebutuhan atau taksiran (assessment) layanan pendidikan
yang diperlukan.
3) Tahap policy and priority setting, yaitu merancang
tentang rumusan prioritas kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam layanan
pendidikan. Rumusan prioritas kebijakan ini harus dijabarkan kedalam strategi
dasar layanan pendidikan yang jelas, agar memudahkan dalam pencapaian tujuan.
4) Tahap program and project formulation, yaitu rumusan
program dan proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan,
menyangkut layanan pedidikan pada aspek akademik dan non akademik.
5) Tahap feasibility testing, yaitu
dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya (sumber daya internal/
eksternal; atau sumber daya manusia/ material). Apabila perencanaan disusun
berdasarkan sumber daya yang tersedia secara cermat dan akurat, akan
menghasilkan tingkat kelayakan rencana pendidikan yang baik.
6) Tahap plan implementation, yaitu tahap pelaksanaan
perencanaan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Keberhasilan tahap
ini sangat ditentukan oleh: (a) kualitas sumber daya manusianya (kepala
sekolah, guru, komite sekolah, karyawan, dan siswa); (b) iklim atau pola
kerjasama antar unsur dalam satuan pendidikan sebagai suatu tim kerja (team work)
yang handal; dan (c) kontrol atau pengawasan dan pengendalian kegiatan selama
proses pelaksanaan atau implementasi program layanan pendidikan.
7) Tahap evaluation and revision for future
plan, yaitu kegiatan untuk menilai (mengevaluasi) tingkat keberhasilan
pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, sebagai feedback(masukan
atau umpan balik), selanjutnya dilakukan revisi program untuk rencana layanan
pendidikan berikutnya yang lebih baik.
Merujuk pada uraian dari pengertian
perencanaan pendidikan sampai tahapan dalam penyusunan perencanaan pendidikan
tersebut di atas, menunjukkan bahwa kedudukan perencanaan pendidikan dalam
proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah sangat penting,
karena dengan adanya perencanaan pendidikan yang baik dapat:
1. Meningkatkan kualitas kegiatan atau aktivitas layanan pendidikan
anak secara maksimal, baik menyangkut aspek akademik atau non akademiknya. Hal
ini disebabkan seluruh aktivitas warga sekolah harus berdasarkan pada program
yang telah disusun dengan baik dalam suatu perencanaan pendidikan secara
sistematik dan integral.
2. Mengetahui beberapa sumber daya internal dan eksternal yang
dimiliki untuk dimanfaatkan secara maksimal, dan juga mengetahui beberapa
kendala, hambatan dan tantangan yang akan dihadapi dalam upaya pencapaian
tujuan. Hal ini disebabkan, suatu perencanaan pendidikan yang baik pasti akan
memuat tentang beberapa peluang dalam mencapai tujuan dan prediksi tantangan
atau hambatan yang akan muncul, serta strategi yang harus dilakukan dalam
mengatasi hambatan tersebut.
3. Memberi peluang pada setiap warga sekolah dalam meningkatkan
beragam kemampuan, keahlian atau ketrampilan secara maksimal, dalam
rangka mewujudkan tujuan layanan pendidikan.
4. Memberikan kesempatan bagi pelaksana program untuk memilih
beberapa alternatif pilihan tentang metode atau strategi atau pendekatan yang
tepat dalam pelaksanaan perencanaan pendidikan, agar efektif dalam upaya
mencapai tujuan pendidikan.
5. Memudahkan dalam pencapaian tujuan pendidikan, karena
perencanaan pendidikan yang baik selalu dirancang dengan tahapan-tahapan
pelaksanaan program layanan pendidikan (jangka pendek, menengah dan panjang),
disamping itu telah disusun skala prioritas sasaran tujuan yang akan dicapai.
6. Memudahkan dalam melakukan evaluasi tentang seberapa besar
pencapaian tujuan layanan pendidikan yang telah diraih, karena dalam
perencanaan pendidikan yang baik selalu merumuskan indikator-indikator
pencapaian tujuan dan instrumen apa yang dipakai dalam mengukur keberhasilan
dalam kegiatan untuk mencapai tujuan.
Memudahkan dalam melakukan revisi program
layanan pendidikan dan proses penyusunan perencanaan pendidikan berikutnya,
sesuai dengan dinamika dan perkembangan kehidupan sosial-budaya
2. Teori Perencanaan Pendidikan
Menurut Hudson dalam Tanner dalam
Maswarita (2010), teori perencanaan meliputi, antara lain: synoptic, incremental, transactive, advocacy,
dan radikal. Selanjutnya di kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama teori
SITAR sebagai penggabungan dari taksonomi Hudson.
a) Teori Synoptic
Disebut juga system
planning, rational
system approach, rasional comprehensive planning.Menggunakan model
berfikir system dalam perencanaan, sehingga objek perencanaan dipandang sebagai
suatu kesatuan yang bulat, dengan satu tujuan yang disbebut visi.
Langkah-langkah dalam perencanaan ini meliputi ; (a) pengenalan masalah, (b),
mengestimasi ruang lingkup problem (c) mengklasifikasi kemungkinan
penyelesaian, (d) menginvestigasi problem, (e) memprediksi alternative, (f)
mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian spesifik.
Didasarkan pada kemampuan institusi dan
kinerja personalnya.Bersifat desentralisasi dan tidak cocok untuk jangka
panjang.Jadi perencanaan ini menekankan perencanaan dalam jangka pendek
saja.Yang dimaksud dengan desentralisasi pada teori ini adalah si perencana
dalam merencanakan objek tertentu dalam lembaga pendidikan, selalu
mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan.
b) Teori transactive
Menekankan pada harkat individu yang
menjunjung tinggi kepentingan pribadi dan bersifat desentralisasi, suatu
desentralisasi yang transactive yaitu berkembang dari individu ke individu
secara keseluruhan.Ini berarti penganutnya juga menekankan pengembangan
individu dalam kemampuan mengadakan perencanaan.
c) Teori advocacy
Menekankan hal-hal yang bersifat umum,
perbedaan individu dan daerah diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik tolak
dari pengamatan secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang
rasional, logis dan bernilai advocacy (mempertahankan dengan argumentasi).
Kebaikan teori ini adalah untuk kepentingan
umum secara nasional. Karena ia meningkatkan kerja sama secara nasional,
toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap minoritas, menekankan hak sama,
dan meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang memakai teori ini tepat
dilaksanakan oleh pemerintah/ atau badan pusat.
d) Teori radikal
Teori ini menekankan pentingnya kebebasan
lembaga atau organisasi lokal untuk melakukan perencanaan sendiri, dengan
maksud agar dapat dengan cepat mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan
kebutuhan.
Perencanaan ini bersifat desentralisasi dengan
partisipasi maksimum dari individu dan minimum dari pemerintah pusat / manajer
tertinggilah yang dapat dipandang perencanaan yang benar. Partisipasi disini
juga mengacu kepada pentingnya kerja sama antar personalia. Dengan kata lain
teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri menangani
lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri menangani
pendidikannya.
e) Teori SITAR
Merupakan gabungan kelima teori diatas
sehingga disebut juga complementary planning process.Teori ini menggabungkan
kelebihan dari teori diatas sehingga lebih lengkap. Karena teori ini
memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat atau lembaga tempat perencanaan
itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi SITARS yaitu S terakhir adalah
menunjuk huruf awal dari teori situational. Berarti teori baru ini di samping
mengombinasikan teori-teori yang sudah ada penggabungan itu sendiri ada
dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga pendidikan dan
masyarakat.Jadi dapat kita simpulkan bahwa teori-teori diatas mempunyai
persamaan dan pebedaannya.
Persamaannya:
-
Mempunyai tujuan yang sama yaitu pemecahan masalah
-
Mempunyai obyek perencanaan yang sama yaitu manusia dan lingkungan
sekitarnya.
-
Mempunyai beberapa persyaratan data, keahlian, metode,
dan mempunyai konsistensi internal walaupun dalam penggunaannya terdapat
perbedaan penitikberatan.
-
Mempertimbangkan dan menggunakan sumberdaya yang ada
dalam pencapaian tujuan
Sedangkan perbedaannya adalah :
-
Perencanaan synoptic lebih mempunyai pendekatan
komprehensif dalam pemecahan masalah dibandingkan perencanaan yang lain, dengan
lebih mengedepankan aspek-aspek metodologi, data dan sangat memuja angka atau
dapat dikatakan komprehensif rasional. Hal ini yang sangat minim digunakan
dalam 4 pendekatan perencanaan yang lain.
-
Perencanaan incremental lebih mempertimbangkan peran lembaga
pemerintah dan sangat bertentangan dengan perencanaan advokasi yang cenderung
anti kemapanan dan perencanaan radikal yang juga cenderung revolusioner.
-
Perencanaan transactive mengedepankan faktor – faktor
perseorangan / individu melalui proses tatap muka dalam salah satu metode yang
digunakan, perencanaan ini kurang komprehensif dan sangat parsial dan kurang
sejalan dengan perencanaan Synoptic dan Incremental yang lebih komprehensif.
-
Perencanaan advocacy cenderung menggunakan
pendekatan hukum dan obyek yang mereka ambil dalam perencanaan adalah golongan
yang lemah. Perencanaan ini bersifat sosialis dengan lebih mengedepankan konsep
kesamaan dan hal keadilan sosial.
-
Perencanaan Radikal seakan – akan tanpa metode dalam
memecahkan masalah dan muncul dengan tiba-tiba (spontan) dan hal ini sangat
kontradiktif dengan pendekatan incremental dansynoptic yang memepertimbangkan aturan – aturan
yang ada baik akademis/metodologis dan lembaga pemerintahan yang ada.
3. Praktek Perencanaan Pendidikan
Praktek perencanaan pendidikan terkait erat dengan
struktur penduduk. Ada empat praktek dalam perencanaan pendidikan, yaitu ; (a)
kebutuhan social (social demand), (b)
ketenagakerjaan (manpower), (3)
pendekatan untung rugi (cost and benefit),
(4) cost efectiveness, dan (5)
pendekatan terpadu. Masing-masing mempunyaI kelebihan dan kelemahan.
a.
Kebutuhan
social (social demand)
Model ini didasarkan atas keperluan
masyarakat saat ini dan menitik beratkan pada pemerataan pendidikan seperti
wajib belajar (wajar 9 tahun).Kekurangannya pendekatan model ini adalah; (1)
mengabaikan alokasi dalam skala nasional, (2) mengabaikan kebutuhan perencanaan
ketenagakerjaan, (3) cenderung hanya menjawab problem pemerataan dengan lebih
mengutamakan kuantitas daripada kualitas pendidikan.
b.
Praktek
Ketenagakerjaan (manpower)
Praktek perencanaan pendidikan ini
mengutamakan keterkaitan system pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga
kerja.Membengkaknya angka pengangguran misalnya menjadi pendorong untuk
mempertemukan gape antara dunia pendidikan dengan dunia kerja.Upaya untuk hal
ini misalnya diberlakukannya system link and match, magang, pendidikan profesi,
pengembangan smk dsb.
c. cost
and benefit
Dalam praktek perencanaan ini dibuat
perhitungan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk penyelengaraan
pendidikan serta keuntungan yang akan siperoleh dari hasil pendidikan.
Pendekatan ini melihat pendidikan sebagai upaya investasi yang harus memberikan
keuntungan nyata pada saat nanti.
d. cost
efectiveness
praktek perencanaan pendidikan ini
menitikberatkan pada pemanfaatan biaya secermat mungkin untuk mencapai hasil
pendidikan seoptimal mungkin, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Pendidikan ini diadakan jika benar-benar memberikan keuntungan yang relative
pasti.Seperti dibukannya program magister management, magister bisnis
administrasi, kursus-kursus dsb.
e.
Pendekatan
terpadu
Yaitu dengan memadukan keempat praktek
perencanaan pendidikan diatas. Pendekatan terpadu dapat digunakan untuk
menjembatani berbagai kepentingan akan tujuan output pendidikan. Apalagi dalam
islam dikenal akan adanya dua kebutuhan duniawi dan ukhrowi sehingga pendekatan
yang digunakan untuk pendidikan tentu semestinya mencakup kedua kebutuhan
tersebut.
C.
Penutup
Dari berbagai pemaparan diatas dapat kita ambil
kesimpulan antara lain ;
·
Perencanaan
adalah sangat penting baik ditinjau dari sisi manajemen maupun dari pandangan
agama islam, mengingat adanya pesan nabi Muhammad saw. Dan ayat Al-Qur’an yang
menekankan hal tersebut.
·
Konsep
perencanaan pendidikan meliputi pengertian perencanaan pendidikan, manfaat
perencanaan pendidikan, ruang lingkup perencanaan pendidikan, karakeristik
perencanaan pendidikan, prinsip perencanaan pendidikan dan proses perencanaan
pendidikan.
·
Teori
perencanaan meliputi, antara lain; sinoptik, inkremental, transaktif, advokasi,
dan radial.
·
Praktek
perencanaan yang dapat digunakan dalam perencanaan pendidian islam antara lain social demand, ketenagakerjaan (manpower), cost and benefit, cost
efectiveness dan pendekatan terpadu.Pendekatan terpadu lebih utama
diterapkan dalam perencanaan pendidikan islam mengingat adanya konsep islam
yang mengajarkan pentingnya memenuhi kebutuhan yang bersifat duniawi dan
ukhrawi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin (15 Juli 2010).Konsep Perencanaan dan Pendekatan
dan Model Perencanaan Pendidikan. Diunduh hari Rabu 18 September 2013 jam
9:14, dari http://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaan-pendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/
Rizal Dalil dkk (25 Oktober 2009).Makalah Diskusi Perencanaan Pendidikan Islam.
Diunduh hari Rabu 18 September 2013 jam 09.25, dari http://mpiuika.wordpress.com/2009/10/25/makalah-diskusi-perencanaan-pendidikan-islam
Sa’ud, Udin & Abin Syamsudin (2009).Perencanaan Pendidikan: Suatu Pendekatan
Komprehensif. Bandung: Remaja Rosda.
Widiasari, Dewi
(5 Mei 2011).Teori Perencanaan
Pendidikan.Diunduh hari Rabu 18 September 2013 jam 10.50, dari http://desiwidiasari.wordpress.com/2011/05/05/teori-perencanaan-pendidikan/
1 komentar:
Terima Kasih atas artikelnya..
Sangat membantu sekali
Semoga semakin banyak orang yang membaca artikel ini...
Salam Sukses...
Posting Komentar