Selasa, 16 Desember 2014

الجرح والتعديل

I.                   Pendahuluan

Secara bahasa al-jarhu ialah luka atau bekas pada tubuh disebabkan oleh semisal pedang atau yang lain, namun yang dikehendaki disini adalah luka secara maknawi seperti akibat cacian atau tuduhan. Al-Jarhu  dalam istilah para ahli hadits adalah mensifati seorang perowi dengan sifat-sifat yang menjadikan riwayatnya tidak diterima.
At-Ta’dil secara bahasa adalah menyamakan sesuatu atau meluruskannya. Pengertian al-Ta’dil secara istilah merupakan kebalikan dari al-Jarh, yakni mensifati seorang perowi dengan sifat-sifat yang menjadikan riwayatnya dapat diterima dan diamalkan .
Dengan demikian ilmu al-Jarhu wa al-Ta’dil merupakan bidang ilmu yang membahas tentang sifat-sifat perowi hadits dari segi bisa diterima dan tidaknya. Ia membicarakan tentag sisi negatif dan positif perowi hadits secara mendetail, apakah perowi yang dimaksud tergolong tsiqoh, adil, dhobith, atau sebaliknya. Sampai dimana perowi itu dikatakan berbohong , lalai, pelupa, dan sebagainya. Ilmu ini juga lazim disebut dengan ilmu “Kritik Sanad”, karena perannya dalam memberi kritikan pada para perowi hadits atau memberikan pujian pada mereka.
Oleh sebab itu para ulama’ hadits memberi perhatian serius akan ilmu ini dan mencurahkan segenap kemampuan intelektual mereka untuk dapat menguasai. Mereka pun bersepakat akan legalitas ilmu ini bahkan tentang kewajiban menerima, mengingat ia memiliki andil besar dalam menjaga syari’at islam.

II.                Pembahasan
A.    Pengertian
Al-Jarh secara Etimonologi ialah luka atau bekas pada tubuh disebabkan oleh semisal pedang atau yang lain Al-jarh secara terminologis berarti munculnya suatu sifat, dalam diri perawi yang menodai sifat adilnya atau mencacatkan hafalan dan kekuatan ingatannya, yang mengakibatkan gugur riwayatnya atau lemah riwayatnya atau bahkan tertolak riwayatnya.
Al-adl secara etimologis adalah sesuatu yang terdapat dalam jiwa bahwa sesuatu itu lurus, merupakan lawan dari lacur. Al-Adl secara terminology berarti orang yang tidak memiliki sifat yang mencacatkan keagamaan dan keperwiraannya. Sehingga khabar dan kesaksiaannya bisa diterima bila dipenuhi pula syarat-syarat yang telah kami sebutkan dalam kelayakan ada.
ilmu al-Jarhu wa al-Ta’dil merupakan bidang ilmu yang membahas tentang sifat-sifat perowi hadits dari segi bisa diterima dan tidaknya. Ia membicarakan tentag sisi negatif dan positif perowi hadits secara mendetail, apakah perowi yang dimaksud tergolong tsiqoh, adil, dhobith, atau sebaliknya

B.     Perlawanan antara Jarh dan ta’dil

Kadang-kadang pernyataan ulama’ tentang tajrih dan ta’dil terhadap orang yang sama bisa saling bertentangan. Sebagiaan mentajrihkannya sedang sebagiaan lain menta’dilkannya. Bila demikiaan, maka diperlukan penelitiaan lebih lanjud tentang yang sebenarnya.
Ketika terjadi pertentangan antara jarh dan tadil seorang rowi, maka ada empat pendapat yang bisa diambil untuk mengambil keputusan atas komentar kredibilitas perowi.
1.      Al-Jarh harus didahulukan secara mutlak.
Pendapat ini merupakan pendapat kebanyakan ulama, karena mereka melihat seorang jarih pasti memiliki pertimbangan yang tidak bisa diungkapkan secara dhohir.
2.      Mendahulukan al-Ta’dil dari pada al-Jarh.
Jika jarih kurang tepat dalam memberikan aib perowi
3.      Bila jumlah muaddilnya lebih banyak dari pada jarih, maka didahulukan ta’dil.
Karena jumlah yang banyak akan memberikan kekuatan.
4.      Masih tetap dalam ke-taarudannya selama masih belum ada yang merojihnya.

C.     Lafazh-lafzh Jarh dan Ta’dil
1.      Lafazh-lafazh  Ta’dil
Lafazh-lafazh yang digunakan ujtuk menta’dilkan para perowi memiliki beberapa tingkatan
a.       Segala sesuatu yang mengandung kelebihan rowi dalam menta’dilkan para perowi dengan menggunakan lafh-lafh yang berbentuk af’al tafdhil atau yang sejenisnya. Contoh:
اوثق الناس
Orang yang paling tsiqoh
اثبت الناس حفظا وعدالة
orang yang paling mantap hafalan dan keadilannya
اليه المنتهى في الثبت
orang yang paling top keteguhan hatinya
ثقة فوق الثقة
orang yang paling tsiqoh melebihi orang yang tsiqoh

b.      Memperkuat ketsiqohan perowi dengan menambahkan sifat-sifat yang menunjukkan keadilan dan kedhobitannya. Contoh:
ثَبْتٌ , ثَبَتٌ
Orang yang teguh lagi teguh
ثقة ثقة
Orang yang tsiqoh lagi tsiqoh
حجة حجة
Orang yang alhi lagi alhli
ثبت ثقة
Orang yang teguh lagi tsiqoh
حافظ حجة
Orang yang hafizh lagi ahli
ضابط متقن
Orang yang kuat ingatan lagi meyakinkan ilmunya

c.       Menunjukkan keadilan perowi dengan menggunakan lafazh yang mengandung arti kuat ingatan. Contoh :
ثَبْتٌ
Orang yang teguh (hati dan Lidahnya)
متقن
Orang yang meyakinkan ilmunya
ثقة
Orang yang tsiqoh
حافظ
Orang yang hafizh (kuat ingatannya)
حجة
Orang yang paling petah lidahnya


d.      Menunjukkan keadilan dan kedhobitn perowi dengan menggunakan yang tidak mengandung makna kuat ingatan dan adil/tsiqoh. Contoh;
صدوق
Orang yang sangat jujur
مأمون
Orang yang dapat memegang amanat
لا بأس به
Orang yang tidak cacat


e.       Menunjukan kejujuran perowi tetapi tidak ada penunjukkan kedhabitannya. Contoh:
محله الصدق
Orang yang berstatus jujur
جيد الحديث
Orang yang baik hadisnya
حسن الحديث
Orang yang bagus hadisnya
مقارب الحديث
Orang yang hadisnya berdekatan

f.       Menunjukkan arti mendekati cacat. Contoh:
صدوق  إنشاء الله
Orang yang jujur insya Allah
فلان أرجو  بألا بئس
Orang yang diharapkan tsiqoh
فلان صُوِيْلِحٌ
Orang yang sedikit kesalehannya
فلان مقبول حديثه
Orang yang diterima hadisnya
  

2.      Lafazh- lafazh  Jarh
Lafazh-lafazh yang digunakan untuk menjarh para perowi memiliki beberapa tingkatan
a.       Menunjukkan pada keterlauan siperowi tentang cacat nya dengan menggunakan lafadh yang af al tafdhil. Contoh
أوضع الناس
Orang yang paling dusta
أكذب الناس
Orang yang paling bohong
إليه المنتهى في الوضع
Orang paling top kebohongannya


b.      Menunjukkan kesangat cacatan perowi dengan bentuk shigat mubalalgah. Contoh;
كذَّابٌ
Pembohong
وضَّاع
Pendusta
دجَّال
Penipu

c.       Menunjuk pada tuduhan dusta, bohong atau yang lainnya. Contoh :
فلان متهم بالكذب
Orang yang dituduh bohong
متهم بالوضع
Orang yang ditudu dusta
فلان فيه النظر
Orang yang perlu diteliti

d.      Menunjukkan pada berkesangatan lemahnya. Contoh :
مطرح الحديث
Orang yang dilempar hadisnya
فلان ضعيف
Orang yang lemah
فلان مردود الحديث
Orang yang ditolak haisnya


e.       Menunjukkan pada sangat lemah mengenai hafalannya. Contoh :
فلان لا يحتج به
Orang yang tidak bisa dibuat hujah hadisnya
فلان مجهول
Orang yang tidak dikenal identiasnya
فلان منكر الحديث
Orang yang mungkar haisnya

f.       Menunjukka sifat yang lemah tetapi berdekatan dengan adil. Contoh:
ضُعِّفَ حديثُهُ
Orang yang didhoifkan hadisnya
فلان لَيِّنٌ
Orang yang lunak
فلان ليس بالقوة
Orang yang tidak kuat


III.             Kesimpulan
Demikiaanlah, Ilmu Al-Jarh Wa at-Ta’dil tumbuh bersam tumbuhnya periwayat dalam islam. Prinsip-prinsipnya telah tegak sejak sahabat. Tidak sedikit diantara mereka yang berbicara tentang para perawi. Banyak pula tabi’in dan generasi sesudah mereka  yang berbicara tentang para perawi. Mereka menilai hal itu wajib karena merupakan salah satu bentuk nasehat kepada kaum muslimin, menegakan pilar-pilar agama dan memenuhi firman Allah Azza Wa Jalla.

0 komentar: