Jumat, 19 Desember 2014

IBNU BAJJAH

A.    Riwayat Hidup dan Karyanya

Ibnu bajjah adalah seoang filosof muslim yang pertama dan utama dalamsejarah kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Yahya ibnu Al-Sha’igh, yang lebih terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Orang barat menyebutnya Avenpace. Ia dilahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/ abad ke-11 M. riwayat hidupnya secara rinci tidak banyak diketahui orang. Begitu juga mengenai pendidikan yang ditempuhnya dan guru yang mengasuhnya tidak terdapat informasi yang jelas.
Menurut beberapa literature, Ibnu Bajjahbukan hanya seorang filosof ansich, tetapi ia juga seorang saintis yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, astronomi, fisika, musikus, dan matematika. Ia juga aktif dalam dunia p[olitik, sehingga Gubernur Saragossa Daulat Al-Murabith, Abu Bakar ibnu Ibrahim Al-Sahrawi mengangkatnya menjadi wazir. Akan tetapi, sewaktu Kota Saragossa jatuh ke tangan Raja Alfonso I di Aragon pada tahun 512/1118 M Ibnu Bajjah terpaksa pindah ke kota Seville via Valencia. Di kota ini, ia bekerja sebagai seorang dokter.
Menurut Ibnu Thufail, Ibnu Bajjah adalah seorang filosof Muslim yang paling cemerlang otaknya, paling tepat analisisnya, dan paling benar pemikirannya. Namun, amat disayangkan pembahsan filsafatnya dalam beberapa bukunya tidaklah matang dan sempurna. Ini dibabkan mabisi keduniaannya yang begitu besar dan kematiannya yang begitu cepat.
Karya tulis Ibnu Bajjah yang terpenting dalam bidang filsafat ialah sebagai berikut;
1.      Kitab Tadbir al-Mutawahhid, ini adalah kitab yang paling populer dan terpenting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat negara, yang disebutnya sebagai Insan Muwahhid (manusia penyendiri)
2.      Risalah al-Wada’, risalah ini membahas penggerak pertama (Tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.
3.      Risalat al-Ittishal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal fa’al.
4.      Kitab al-Nafs, kitab ini menjaskan tentang jiwa.

B.     Filsafat Ibnu Bajjah
Filsafat Ibnu Bajjah banyak terpengaruh oleh pemikiran Islam dari kawasan di Timur, seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina. Hal ini disebabkan kawasan Islam di Timur lebih dahulu melakukan penelitian ilmiah dan kajian filsafat dari kawasan Islam di Barat (Andalus). Untuk lebih jelasnya, di bawah ini kita akan menelusuri pemikiran filsafatnya.
1.      Metafisika (Ketuhanan)
Filsafat fisika, metafisika, dan logika Ibnu Bajjah sejalan dengan Al-Farabi, namun ia tidaklah menyalin dan menerima semua yang dituturkan Al-Farabi, tetapi ia telah memberikan sejumlah besar tambahn dalam filsafatnya dan menggunakan metode-metode penelitian filsafat yang hanya didasarkan pada nalar semata.
Menurut Ibnu Bajjah, segala yang ada (al-maujudat) terbagi dua: yang bergerak dan tidak bergerak. Yang bergerak adalah jisim (materi) yang sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang digerakkan. Gerakan ini digerakan oleh penggerak yang lain, yang akhir rentetan gerakan ini digerakkan oleh penggerak yang tidak bergerak; dalam arti penggerak yang tidak berubahyang berbeda dengan jisim (materi). Penggerak ini bersifat azali. Gerak jisim mustahil timbul dari substansinya sendiri sebab ia terbatas. Oleh karena itu, gerakan ini mesti berasal dari gerkan yang infinite (tidak terbatas), yang oleh Ibnu Bajjah disebut ‘aql.
Kesimpulannya, gerakan alam ini –jisim yang terbatas- digerakkan oleh ’aql (bukan berasal dari substansi alam sendiri). Sedangkan yang tidak bergerak ialah ‘aql, ia menggerakkan alam dan ia sendiri tidak bergerak. ‘Aql inilah yang disebut dengan Alloh (‘aql,’aqil, dan ma’qul), sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina sebelumnya.
Disinilah letak kelebihan Ibnu Bajjah walaupun ia berangkat dari filsafat gerak Aristoteles, namun ia kembali pada ajaran Islam. Dasar filsafat Aristoteles ialah ilmu pengetahuan alam yang tidak mengakui adanya sesuatu dibalik alam empiris ini. Kendatipun penggerak pertama berbeda dengan materi, namun ia masih bersifat empiris.
2.      Materi dan Bentuk
Menurut pandangan Ibnu Bajjah, Materi (al-Hayula) tidak mungkin beriksistensi tanpa bentuk (al-shurat). Sementara itu, bentuk bisa bereksistesi dengan sendirinya tanpa materi. Jika tidak, secara pasti kita tidak mungkin dapat menggambarkan adanya modifikasi (perubahan-perubahan) pada benda. Perubahan-perubahan tersebut adalah suatu kemungkinan dan inilah yang dimaksud dengan pengertian bentuk materi.
Bentuk yang dimaksud Ibnu Bajjah mencakup arti jiwa, daya, makna, dan konsep. Bentuk hanya dapat ditangkah dengan akal dan tidak dapat ditangkap oleh pancaindra. Bentuk pertama menurut Ibnu Bajjah, merupakan suatu bentuk abstak yang bereksistensi dalam materi, yang dikatakan sebagai tidak mempunyai bentuk.
Bentuk menurut Ibnu Bajjah, bertingkat-tingkat. Tingkat yang paling rendah adalah bentuk materi pertama dan yang paling tinggi adalah bentuk akal pemisah (al-‘aql al-mufariq). Dari bentuk yang paling rendah sampai bentuk yang paling tinggi terjalin seperti mata rantai. Akal manusiawi dapat mencapai bentuk kesempurnaannya dengan melewati rantai tersebut dengan berfilsafat. Jiwa seperti ini dapat berhubungan dengan aktif.
3.      Jiwa
Menurut pendapat Ibnu Bajjah, setiap manusia mempunyai satu jiwa. Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia. Jiwa digerakkan dengan dua jenis alat: berupa buatan dan ada pula yang berupa alamiah, seperti kaki dan tangan. Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat buatan, yang disebut juga oleh Ibnu Bajjah dengan pendorong naluri (al-harr al-gharizi) atau roh insting. Ia terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.
Jiwa, menurut Ibnu Bajjah, adalah jauhar rohani, akan kekal setelah mati. Di akhirat jiwalah yang akan menerima pembalasan, baik balasan kemenangan (surga) maupun balasan siksaan (neraka). Akal, daya berpikir bagi jiwa, adalah satu bagi setiap orang yang berakal. Ia dapat bersatu dengan Akal Fa’al yang diatasnya dengan jalan ma’rifah filsafat.
4.      Akal dan Ma’rifat
Ibnu Bajjah menempatkan akal dalam posisi yang sangat penting. Dengan perantaraan akal, manusia dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk dalam mencapai kebahagiaan dan masalah Ilahiyat. Akal, menurut Ibnu Bajjah terdiri dari dua jenis.
a.       Akal teoretis
Akal ini diperoleh hanya berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu yang konkret atau abstrak.
b.      Akal praktis
Akal ini diperoleh melalui penyelidikan (eksperimen) sehingga menemukan ilmu pengetahuan.
5.      Akhlak
Ibnu Bajjah membagi perbuatan manusia menjadi perbuatan hewani dan manusiawi. Perbuatan hewani didasarkan atas dorongan naluri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan hawa nafsu. Sementara itu, perbuatan manusiawi adalah perbuatan yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan kemauan yang bersih lagi luhur.
Secara ringka Ibnu Bajjah membagi tujuan perbuatan manusai menjadi tiga tingkat sebagai berikut:
1.      Tujuan jasmaniah, dilakukan atas dasar kepuasan rohaniah. Pada tujuan ini manusia sama derajatnya dengan hewan.
2.      Tujuan rohaniah khusu, dilakukan atas dasar kepuasan rohaniah. Pada tujuan ini akan melahirkan keutamaan akhlaqiyah dan aqliyah.
3.      Tujuan rohaniah umum (rasio), dilakukan atas dasar kepuasan pemikir untuk dapat berhubungan dengan Alloh. Inilah tingkat manusia yang sempurna dan taraf inilah yang ingin dicapai manusia penyendiri Ibnu Bajjah.
6.      Politik
Pandangan politik Ibnu Bajjah dipengaruhi oleh pandang politik Al-Farabi. Sebagaimana Al-Farabi, dalam buku Ara’ Ahl al-Madinat al-Fadhilat, ia (Ibnu Bajjah) juga membagi negara menjadi negara utama (al-Madinat al-Fadhilat) atau sempurna dan negara yang tidak sempurna, seperti negara jahilah, fasiqah dan lainnya.
Warga negara utama, menurut Ibnu Bajjah, mereka tidak lagi memerlukan dokter dan hakim. Sebab mereka hidup dalam puas terhadap segala rezeki yang diberikan Alloh, yang dalam istilah agama disebut dengan al-qana’ah. Mereka tidak mau memakan makanan yang akan merusak kesehatan. Mereka juga hidup saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menghormati. Oleh karena itu, tidaklah akan ditemukan perselisihan antara mereka. Mereka seluruhnya mengerti undang-undang negara dan mereka tidak mau melanggarnya.
 7.      Manusia Penyendiri
Filsafat Ibnu bajjah yang paling populer ialah manusia penyendiri (al-insan al-munfaris). Pemikiran ini termuat dalan magnum opum-nya Kitab Tadbir al-Mutawahhid. Sebagaimana Al-Farabi, pembicaraan Ibnu Bajjah tentang hal ini erat kaitannya denga politik dan akhlak.
Dalam menjelaskan manusia penyendiri ini, Ibnu Bajjah terlebih dahulu memaparkan pengertian Tadbir al-Mutawahhid. Lafal tadbir, adalah bahasa Arab,dan pengertian yang diinginkan oleh Ibnu Bajjah ialah mengatur perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dengan kata lain, aturan yang sempurna.
Adapun yang dimaksud dengan istilah al-Mutawahhid ialah manusia penyendiri. Dengan kata lain, seseorang atau beberapa orang, mereka mengasingkan diri masing-masing secara sendiri-sendiri, tidak berhubungan dengan orang lain. Berhubungan denga orang lain tidak mungkin dikhawatirkan akan terpengaruh dengan perbuatan yang tidak baik. Sementara itu, al-Mutawahhid yang dimaksud Ibnu Bajjah ialah seorang filosof atau beberapa orang filosof hidup menyendiri pada salah satu negara dari negara yang tidak sempurna.

0 komentar: