A. Riwayat Hidup dan Karyanya
Ibnu
bajjah adalah seoang filosof muslim yang pertama dan utama dalamsejarah
kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Yahya
ibnu Al-Sha’igh, yang lebih terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Orang barat
menyebutnya Avenpace. Ia dilahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5
H/ abad ke-11 M. riwayat hidupnya secara rinci tidak banyak diketahui orang.
Begitu juga mengenai pendidikan yang ditempuhnya dan guru yang mengasuhnya
tidak terdapat informasi yang jelas.
Menurut
beberapa literature, Ibnu Bajjahbukan hanya seorang filosof ansich, tetapi ia juga seorang saintis
yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran,
astronomi, fisika, musikus, dan matematika. Ia juga aktif dalam dunia p[olitik,
sehingga Gubernur Saragossa Daulat Al-Murabith, Abu Bakar ibnu Ibrahim
Al-Sahrawi mengangkatnya menjadi wazir. Akan tetapi, sewaktu Kota Saragossa
jatuh ke tangan Raja Alfonso I di Aragon pada tahun 512/1118 M Ibnu Bajjah terpaksa
pindah ke kota Seville via Valencia. Di kota ini, ia bekerja sebagai seorang
dokter.
Menurut
Ibnu Thufail, Ibnu Bajjah adalah seorang filosof Muslim yang paling cemerlang
otaknya, paling tepat analisisnya, dan paling benar pemikirannya. Namun, amat
disayangkan pembahsan filsafatnya dalam beberapa bukunya tidaklah matang dan
sempurna. Ini dibabkan mabisi keduniaannya yang begitu besar dan kematiannya
yang begitu cepat.
Karya tulis Ibnu
Bajjah yang terpenting dalam bidang filsafat ialah sebagai berikut;
1. Kitab
Tadbir al-Mutawahhid, ini adalah kitab yang
paling populer dan terpenting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini berisikan
akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri dari segala macam
keburukan-keburukan dalam masyarakat negara, yang disebutnya sebagai Insan Muwahhid (manusia penyendiri)
2. Risalah
al-Wada’, risalah ini membahas penggerak pertama
(Tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.
3. Risalat
al-Ittishal, risalah ini menguraikan tentang
hubungan manusia dengan akal fa’al.
4. Kitab
al-Nafs, kitab ini menjaskan tentang jiwa.
B. Filsafat Ibnu Bajjah
Filsafat
Ibnu Bajjah banyak terpengaruh oleh pemikiran Islam dari kawasan di Timur,
seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina. Hal ini disebabkan kawasan Islam di Timur
lebih dahulu melakukan penelitian ilmiah dan kajian filsafat dari kawasan Islam
di Barat (Andalus). Untuk lebih jelasnya, di bawah ini kita akan menelusuri
pemikiran filsafatnya.
1. Metafisika (Ketuhanan)
Filsafat
fisika, metafisika, dan logika Ibnu Bajjah sejalan dengan Al-Farabi, namun ia
tidaklah menyalin dan menerima semua yang dituturkan Al-Farabi, tetapi ia telah
memberikan sejumlah besar tambahn dalam filsafatnya dan menggunakan
metode-metode penelitian filsafat yang hanya didasarkan pada nalar semata.
Menurut
Ibnu Bajjah, segala yang ada (al-maujudat)
terbagi dua: yang bergerak dan tidak bergerak. Yang bergerak adalah jisim
(materi) yang sifatnya finite
(terbatas). Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang
digerakkan. Gerakan ini digerakan oleh penggerak yang lain, yang akhir rentetan
gerakan ini digerakkan oleh penggerak yang tidak bergerak; dalam arti penggerak
yang tidak berubahyang berbeda dengan jisim (materi). Penggerak ini bersifat
azali. Gerak jisim mustahil timbul dari substansinya sendiri sebab ia terbatas.
Oleh karena itu, gerakan ini mesti berasal dari gerkan yang infinite (tidak terbatas), yang oleh
Ibnu Bajjah disebut ‘aql.
Kesimpulannya,
gerakan alam ini –jisim yang terbatas- digerakkan oleh ’aql (bukan berasal dari substansi alam sendiri). Sedangkan yang
tidak bergerak ialah ‘aql, ia
menggerakkan alam dan ia sendiri tidak bergerak. ‘Aql inilah yang disebut dengan Alloh (‘aql,’aqil, dan ma’qul),
sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina sebelumnya.
Disinilah
letak kelebihan Ibnu Bajjah walaupun ia berangkat dari filsafat gerak
Aristoteles, namun ia kembali pada ajaran Islam. Dasar filsafat Aristoteles
ialah ilmu pengetahuan alam yang tidak mengakui adanya sesuatu dibalik alam empiris
ini. Kendatipun penggerak pertama berbeda dengan materi, namun ia masih
bersifat empiris.
2. Materi dan Bentuk
Menurut
pandangan Ibnu Bajjah, Materi (al-Hayula)
tidak mungkin beriksistensi tanpa bentuk (al-shurat).
Sementara itu, bentuk bisa bereksistesi dengan sendirinya tanpa materi. Jika
tidak, secara pasti kita tidak mungkin dapat menggambarkan adanya modifikasi
(perubahan-perubahan) pada benda. Perubahan-perubahan tersebut adalah suatu
kemungkinan dan inilah yang dimaksud dengan pengertian bentuk materi.
Bentuk
yang dimaksud Ibnu Bajjah mencakup arti jiwa, daya, makna, dan konsep. Bentuk
hanya dapat ditangkah dengan akal dan tidak dapat ditangkap oleh pancaindra.
Bentuk pertama menurut Ibnu Bajjah, merupakan suatu bentuk abstak yang
bereksistensi dalam materi, yang dikatakan sebagai tidak mempunyai bentuk.
Bentuk
menurut Ibnu Bajjah, bertingkat-tingkat. Tingkat yang paling rendah adalah
bentuk materi pertama dan yang paling tinggi adalah bentuk akal pemisah (al-‘aql al-mufariq). Dari bentuk yang
paling rendah sampai bentuk yang paling tinggi terjalin seperti mata rantai.
Akal manusiawi dapat mencapai bentuk kesempurnaannya dengan melewati rantai
tersebut dengan berfilsafat. Jiwa seperti ini dapat berhubungan dengan aktif.
3. Jiwa
Menurut
pendapat Ibnu Bajjah, setiap manusia mempunyai satu jiwa. Jiwa ini tidak
mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia.
Jiwa digerakkan dengan dua jenis alat: berupa buatan dan ada pula yang berupa
alamiah, seperti kaki dan tangan. Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat
buatan, yang disebut juga oleh Ibnu Bajjah dengan pendorong naluri (al-harr al-gharizi) atau roh insting. Ia
terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.
Jiwa,
menurut Ibnu Bajjah, adalah jauhar rohani, akan kekal setelah mati. Di akhirat
jiwalah yang akan menerima pembalasan, baik balasan kemenangan (surga) maupun
balasan siksaan (neraka). Akal, daya berpikir bagi jiwa, adalah satu bagi
setiap orang yang berakal. Ia dapat bersatu dengan Akal Fa’al yang diatasnya dengan jalan ma’rifah filsafat.
4. Akal dan Ma’rifat
Ibnu
Bajjah menempatkan akal dalam posisi yang sangat penting. Dengan perantaraan
akal, manusia dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk dalam mencapai
kebahagiaan dan masalah Ilahiyat. Akal, menurut Ibnu Bajjah terdiri dari dua
jenis.
a. Akal teoretis
Akal
ini diperoleh hanya berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu yang konkret atau
abstrak.
b. Akal praktis
Akal
ini diperoleh melalui penyelidikan (eksperimen) sehingga menemukan ilmu
pengetahuan.
5. Akhlak
Ibnu
Bajjah membagi perbuatan manusia menjadi perbuatan hewani dan manusiawi.
Perbuatan hewani didasarkan atas dorongan naluri untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan hawa nafsu. Sementara itu, perbuatan
manusiawi adalah perbuatan yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan kemauan
yang bersih lagi luhur.
Secara ringka
Ibnu Bajjah membagi tujuan perbuatan manusai menjadi tiga tingkat sebagai
berikut:
1. Tujuan jasmaniah, dilakukan atas dasar
kepuasan rohaniah. Pada tujuan ini manusia sama derajatnya dengan hewan.
2. Tujuan rohaniah khusu, dilakukan atas
dasar kepuasan rohaniah. Pada tujuan ini akan melahirkan keutamaan akhlaqiyah
dan aqliyah.
3. Tujuan rohaniah umum (rasio), dilakukan
atas dasar kepuasan pemikir untuk dapat berhubungan dengan Alloh. Inilah
tingkat manusia yang sempurna dan taraf inilah yang ingin dicapai manusia
penyendiri Ibnu Bajjah.
6. Politik
Pandangan
politik Ibnu Bajjah dipengaruhi oleh pandang politik Al-Farabi. Sebagaimana
Al-Farabi, dalam buku Ara’ Ahl al-Madinat
al-Fadhilat, ia (Ibnu Bajjah) juga membagi negara menjadi negara utama (al-Madinat al-Fadhilat) atau sempurna
dan negara yang tidak sempurna, seperti negara jahilah, fasiqah dan lainnya.
Warga
negara utama, menurut Ibnu Bajjah, mereka tidak lagi memerlukan dokter dan
hakim. Sebab mereka hidup dalam puas terhadap segala rezeki yang diberikan
Alloh, yang dalam istilah agama disebut dengan al-qana’ah. Mereka tidak mau memakan makanan yang akan merusak
kesehatan. Mereka juga hidup saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling
menghormati. Oleh karena itu, tidaklah akan ditemukan perselisihan antara
mereka. Mereka seluruhnya mengerti undang-undang negara dan mereka tidak mau
melanggarnya.
7. Manusia Penyendiri
Filsafat Ibnu bajjah
yang paling populer ialah manusia penyendiri (al-insan al-munfaris). Pemikiran ini termuat dalan magnum opum-nya Kitab Tadbir al-Mutawahhid. Sebagaimana Al-Farabi, pembicaraan Ibnu
Bajjah tentang hal ini erat kaitannya denga politik dan akhlak.
Dalam menjelaskan manusia penyendiri
ini, Ibnu Bajjah terlebih dahulu memaparkan pengertian Tadbir al-Mutawahhid. Lafal tadbir,
adalah bahasa Arab,dan pengertian yang diinginkan oleh Ibnu Bajjah ialah
mengatur perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dengan kata
lain, aturan yang sempurna.
Adapun yang dimaksud
dengan istilah al-Mutawahhid ialah
manusia penyendiri. Dengan kata lain, seseorang atau beberapa orang, mereka
mengasingkan diri masing-masing secara sendiri-sendiri, tidak berhubungan
dengan orang lain. Berhubungan denga orang lain tidak mungkin dikhawatirkan
akan terpengaruh dengan perbuatan yang tidak baik. Sementara itu, al-Mutawahhid yang dimaksud Ibnu Bajjah
ialah seorang filosof atau beberapa orang filosof hidup menyendiri pada salah
satu negara dari negara yang tidak sempurna.
0 komentar:
Posting Komentar