BAB
II
PEMBAHASAN
A. METODE
TAKHRIJ AL-HADITS
Metode
Takhrijul-hadits dapat dilakukan antara lain dengan melakukan studi terhadap
kitab atau buku yang menjelaskan sebuah hadits. Menelusuri hadits sampai kepada
sumber aslinya tidak semudah menelusuri ayat Alquran. Untuk menelusuri ayat
Alquran, cukup diperlukan sebuah kitab kamus Alquran. Misalnya, kitab al-Mu’jam
al-Mufahras li Al-fazil Alquranil Karim, karya Muhammad Fu’ad Abdul-Baqi, dan sebuah
kitab rujukan berupa mushaf Alquran. Untuk menelusuri hadits, tidak cukup hanya
menggunakan sebuah kamus dan sebuah kitab rujukan berupa kitab hadits yang
disusun oleh mukharrijnya. Yang menyebabkan hadits begitu sulit untuk ditelusuri
sampai sumber asalnya karena hadits terhimpun dalam banyak kitab.
Dengan dimuatnya
hadits Nabi di berbagai kitab hadits yang jumlahnya banyak, sampai saat ini
masih belum ada sebuah kamus yang mampu memberi petunjuk untuk mencari hadits
yang dimuat oleh seluruh kitab hadits yang ada. Untuk mengetahui kitab-kitab
kamus hadits yang besar manfaatnya bagi kegiatan takhrijul-hadits.
1.
Takhrij
Naql atau Akhdzu
2.
Takhrij
Tashih
3.
Takhrij
I’tibar
B. TAKHRIJ
I’TIBAR
Cara i’tibar
berarti mendapatkan informasi dan petunjuk dari literatur, baik kitab/diwan
yang (mushanaf, musnad, sunan dan shahih). I’tibar (studi literatur) lainnya
dalam melihat kualitas hadits adalah menelaah kitab-kitab fan tertentu (tafsir,
tauhid, fiqih, tasawuf dan akhlak) yang memuat dan menggunakan hadits sebagai
dalil pembahasannya. Secara teknis proses pembahasan yang perlu ditempuh dalam
studi dan penelitian Hadits (al-Syarah bi Takhrij Al-Hadits) sebagai berikut:
1.
Dilihat,
apakah hadits tersebut benar-benar sebagai hadits. Hal ini dengan melihat dan
memperhatikan tanda idhfahnya dan dari mana teks tersebut dikutip.
2.
Dikenal
unsur yang harus ada pada hadits, berupa rawi, sanad dan matan. Rawi dan sanad
dengan matannya merupakan kesatuan yang mutlak harus ada, ini beda dengan
Alquran, teks Alquran diyakini nuzulnya karena sudah tuntas tertulis pada masa
Nabi Saw, sedang hadits proses tadwinnya panjang, sejak masa Nabi Saw dan baru
selesai pada tahun 300-an Hijriyah.
3.
Termasuk
jenis hadits apa hadits tersebut, dari segi rawinya, matannya dan sanadnya.
4.
Bagaimana
kualitas hadits tersebut? Maka digunakan proses tashih dan proses i’tibar,
artinya dianalisis rawi, sanad dan matannya dan dicari informasi dan petunjuk
berdasarkan jenis diwan, penjelasan syarh dan pembahasan ulama fan.
5.
Bila
hadits itu maqbul, bagaiman ta’amulnya, apakah ma’mulbih (dapat diamalkan) atau
ghairu ma’mul bih? Kalau hadits maqbul itu tunggal atau banyak, tapi tidak ada
tanakud dan ta’arudh atau tidak mukhtalif, (tidak ada pertentangan) satu sama
lain, maka dapat diamalkan, bila lafazh dan maknanya jelas dan tegas (muhkam),
tapi kalau mutasyabih, maka hadits itu ghairu ma’mul-bih.
6.
Teks
hadits harus dipahami ungkapannya, maka perlu dialih bahasakan (diterjemahkan)
serta dipahami lafazh-lafazh tertentu yang musykil, baik yang gharib, majhul,
mustasyabih, musytarak.
7.
Memahami
Asbab Wurud Al-Hadits, yakni tentang latar belakang dan peristiwa yang
berkaitan dengan wurudnya hadits tersebut.
8.
Apa
isi kandungan (materi) hadits tersebut, dalam memahami isi kandungan hadits,
berkaitan dengan berbagai hal dan dapat dipahami berdasarkan pemahaman
ketatabahasaan, hasil istimbat, dan penyesuaian dengan qarinah yang relevan
(tekstual dan kontekstual).
9.
Menganalisis
problematika, baik dalam pemahamannya maupun dalam pengamalannya.
Jadi
metode i’tibar adalah metode untuk “mencari dan
mendapatkan petunjuk untuk mengetahui kualitas hadis literatur hadis. I’tibar terbagi tiga, yaitu i’tibar diwan, i’tibar syarah, dan i’tibar fan.
1. I’tibar diwan artinya mendapatkan informasi kualitas hadis
dari kitab-kitab yang asli, yaitu Mushannaf, Musnad, Sunan, dan Shahih
(contoh, seperti kitab al-jami’ al-shahih li
al-Bukhari, Shahih Muslim,
atau Sunan Abu Dawud). I’tibar Diwan merupakan metoda menentukan kualitas hadits
berdasarkan petunjuk dari kitabnya, sebab menurut konvensi muhadditsin, bahwa
jenis kitab dapat menentukan kwalitas haditsnya. Misalnya :
-
Kitab shahih menunjukkan haditsnya
Shahih.
-
Kitab Sunan menunjukkan haditsnya
mungkin shahih, hasan atau dla’if namun tidak sampai 3 M (maudlu, matruk dan
munkar).
-
Kitab Musnad dan Muwatha menunjukkan haditsnya
mungkin shahih, hasan, atau dla’if bahkan bisa sampai 3 M (maudlu, matruk dan
munkar).
2. I’tibar syarah artinya mendapatkan informasi kualitas hadis
dari kitab-kitab syarah, yaitu
kitab-kitab kutipan hadis, seperti Bulughul Maram, Nailul Authar, Lu’lu’ war Marjan, atau Riyadhus Solihin. I’tibar syarah merupakan metoda untuk menentukan kualitas hadits
berdasarkan petunjuk dari kitab syarah. Misalnya kitab syarah Bukhari bernama
Fath al-Barri, dan kitab syarah Sunan Abu Dawud bernama ‘Aun al-Ma’bud.
3. I’tibar fan artinya mendapatkan informasi kualitas hadis
dengan menelaah kitab-kitab fan tertentu, seperti fan tafsir, fikih, tauhid,
tasawuf, dan akhlak yang memuat dan menggunakan hadis sebagai pembahasannya. I’tibar
fan merupakan metoda menentukan kualitas hadits berdasarkan petunjuk dari kitab ilmu (tauhid,
fiqih atau akhlak). Misalnya :
-
Kitab Bulughul Maram sebagai kitab
fiqih.
-
Kitab Riyadl al-Shalihin sebagai kitab
tauhid dan akhlak.
BAB
III
KESIMPULAN
Metode i’tibar berkenaan dengan kaidah penentuan
kualitas hadis dengan melihat hadis tersebut dalam literatur hadis. Kaidah i’tibar ada tiga, yaitu i’tibar diwan, i’tibar syarah, dan i’tibar fan.Dengan kaidah ini
akan diketahui kualitas kitab hadis tersebut apakah hadis-hadisnya berkualitas shahih, hasan, atau dha’if.
Implikasi
kaidah kenaikan kualitas hadis dan kaidah i’tibar terhadap kaidah tashhih adalah membantu kaidah tashhih menentukan kualitas sebuah hadis dari
sisi rawi apakah termasukshahih, hasan,
atau dha’if dan membantu memilah-milah mana kitab
hadis yang hadis-hadisnya berkualitas shahih, hasan, atau dha’if. Penentuan dan
pemilahan ini akan mengetahui mana hadis yang diterima dan mana hadis yang
ditolak.
DAFTAR PUSTAKA
http://cecengsalamudin.wordpress.com/2011/10/11/kaidah-kenaikan-kualitas-hadis-dan-kaidah-i%E2%80%99tibar-dan-implikasinya-terhadap-kaidah-tashhih/.
Diunduh 5 Oktober 2013 jam 15.25
http://lembarannalar.files.wordpress.com/2013/09/hadits-sebagai-sumber-ajaran-islam.pdf.
Diunduh 5 Oktober 2013 jam 15.30
http://aaacikal.wordpress.com/2012/06/07/kajian-ilmu-hadits/.
Diunduh 5 Oktober 2013 jam 15.32
0 komentar:
Posting Komentar