Pengertian Filsafat
pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata
Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan
demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap
pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah
itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya,
memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat
sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang
mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang
berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher
yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa
pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya.
Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang
menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui
bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap
pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan
atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran
utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan
yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli
mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.
Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D.
Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada
lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu: (1) Usaha (kegiatan) yang bersifat
bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar; (2) Ada pendidik,
pembimbing atau penolong; (3) Ada yang di didik atau si terdidik; dan (4)
Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada
alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang
diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya
yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia
dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari
akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di
akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur
cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur
masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk
mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah
dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap
masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai
sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap
masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan
seumur hidup (long life education ).
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai
agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal
telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang
ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat
kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan
jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan
dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan
seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah
al Qur’an dan al Hadist Firman Allah : “ Dan demikian kami wahyukan kepadamu
wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui
apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki
diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi
petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )” Dan Hadis dari Nabi
SAW : “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang
yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya,
sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka
beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari
ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
Bahwa
al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan
hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang
diridloi Allah SWT.
Menurut
Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk
mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam
bentuk pendidikan Islam.
Al
Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi
petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya
agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan
Islam. Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan
berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang
kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini.
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan
perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya,
kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya
melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya. Corak
pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak
penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap
untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang
sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama
sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan
pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan
jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan
ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Kalau teori
pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi
utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek
pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat
dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari
setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat
memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam
sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu
hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan
hati-hati sebelumnya.
Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya
mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada
berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang ideal. Tidak ada satupun dari permasalahan kita
mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih
kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang
memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik
daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah
membicarakan masalah yang sangat mendasar.
Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem
nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara
konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari
pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan
dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif
menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang
digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat
pengembangan fungsi manusia :
Menyadarkan
secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta
tanggung jawab dalam kehidupannya.
Menyadarkan
fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya
terhadap ketertiban masyarakatnya.
Menyadarkan manusia terhadap pencipta
alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan
manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami
hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada
manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat
diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara
filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang
didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat
para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder.
Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara
singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran
Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan
filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai
dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Ruang Lingkup Filsafat
Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung
indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin
ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku
yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai
sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan
dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin
Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki
arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal)
tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama
Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang
relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan
Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti
masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Kegunaan Filsafat
Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi dalam kajiannya
tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan
Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
Untuk
membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan
akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
Persiapan
untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya
menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan
saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
Menumbuhkan
ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia
mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada
sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
Menyiapkan
pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai
profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia
mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi
kerohanian dan keagamaan.
Persiapan
untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam
tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi
menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan
aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara
agama dan ilmu pengetahuan.
Metode Pengembangan
Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat
pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama,
bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam
hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang
disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang
akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari
bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan
dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa.
Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat
digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al
Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh
al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin
mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan
pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif,
dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan
pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan
digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam
analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih
untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih
merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara
pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
0 komentar:
Posting Komentar